Raja yang Membeli Doa Guru untuk Akhiratnya
Di sebuah kerajaan yang gemilang, hiduplah seorang raja bernama Sultan Adil. Ia terkenal sebagai pemimpin yang bijaksana dan dermawan, tetapi memiliki satu keresahan besar: ia takut akan kehidupan akhirat. Suatu malam, saat bermunajat, ia mendengar suara hatinya, "Jika engkau ingin bahagia di akhirat, bahagiakanlah mereka yang mendidik umatmu."
Pagi harinya, Sultan Adil memanggil seluruh penasehatnya dan mengumumkan keputusan mengejutkan. "Mulai hari ini, gaji dan tunjangan para guru akan dinaikkan hingga lima kali lipat! Mereka adalah pilar kebijaksanaan, dan aku ingin doa mereka menuntunku menuju kebahagiaan di akhirat."
Rakyat bersorak gembira, terutama para guru. Dengan pendapatan baru, mereka mampu membeli buku-buku terbaik, menciptakan lingkungan belajar yang nyaman, dan mendidik generasi muda dengan lebih semangat. Pendidikan di kerajaan itu melesat maju.
Namun, perubahan ini membuat iri beberapa menteri dan pejabat kerajaan. Mereka berbisik-bisik, "Mengapa guru yang dipuja? Padahal kita juga berjasa besar bagi kerajaan."
Mendengar hal ini, Sultan Adil tersenyum. Ia mengumpulkan para menteri dan berkata, "Ketahuilah, wahai menteriku, seorang raja yang bijaksana dihormati karena rakyatnya cerdas. Dan rakyat yang cerdas adalah hasil didikan guru. Jika engkau merasa iri, maka jadilah guru terbaik untuk orang-orang di sekitarmu."
Di sisi lain, para guru mulai mendoakan raja dengan penuh ketulusan. "Ya Allah, bahagiakanlah Sultan kami di akhirat kelak, sebagaimana ia telah memuliakan kami di dunia ini."
Namun, perubahan besar ini tidak lepas dari sindiran orang-orang tertentu. Ada yang berkata, "Guru sekarang hidup enak! Kerja hanya mengajar, tetapi gaji melimpah. Lebih baik aku berhenti jadi petani dan menjadi guru saja."
Seorang guru tua, Pak Bijak, menanggapi dengan tenang, "Menjadi guru bukan soal gaji, tetapi soal dedikasi. Jika engkau ingin bergaji besar tanpa cinta pada ilmu, maka engkau tidak akan tahan mengajarkan apa yang tidak kau yakini. Sebaliknya, gaji ini adalah cara Sultan menghormati ilmu dan pendidikan, bukan sekadar angka di atas kertas."
Waktu berlalu, dan kerajaan Sultan Adil menjadi pusat ilmu pengetahuan. Generasi muda tumbuh menjadi pemimpin yang cerdas dan jujur. Sultan Adil wafat dalam kedamaian, dikenang sebagai raja yang memuliakan guru.
Namun, satirnya, di negeri-negeri tetangga, para pemimpin masih sibuk berdebat tentang anggaran tanpa menyentuh pendidikan. Sementara itu, guru-guru mereka hidup pas-pasan, dihormati hanya dalam kata-kata, tetapi dilupakan dalam kebijakan.
Kisah Sultan Adil menjadi pelajaran bagi siapa saja yang membaca: memuliakan guru adalah memuliakan masa depan. Jika hari ini guru dihargai hanya sekadarnya, maka jangan salahkan masa depan yang sekadar ada.
Semoga lelah para guru menjadi Lillaah karena yang memberikan kesejahteraan dalam hidup di dunia hanyalah pemilik alam semesta, kebahagiaan hidup tidak diukur dari kesejahteraan saja tapi rasa syukur atas karunia Allah itu lebih penting, dan bersyukur jadi guru itu lebih penting lagi
ReplyDelete