-->

Pengen Buku Vibe Online

Mari Belajar Aneka Soal Pretest PPG silahkan klik Pre Test PPG PAI

LITERASI HANYA OMDO?


Seingat saya semenjak masa Mendikbud Anies baswedan, program literasi mulai disuarakan secara lebih nyaring. Melalui Permendikbud no. 23 tahun 2015 tentang penumbuhan budi pekerti, masuklah program literasi ke setiap sekolah sebagai program nasional. Digalakkan berbagai program untuk mendukung terlaksananya kegiatan literasi. Mulai dari pembiasaan hingga akhirnya kelak menjadi karakter guru maupun peserta didik.
Berangkat dari keprihatinan tentang hasil PISA (Programe Internasional Of Student Assesment) yang dilaksanakan setiap 3 tahun sekali. Hasil PISA para peserta didik kita menunjukkan hasil yang jauh dari harapan. Kita selalu berada diurutan bawah dalam tes PISA tesebut. PISA merupakan tes yang diberikan kepada peserta didik jenjang SMP untuk menguji kemampuan Literasi baik literasi baca, literasi matematika dan literasi sains. Hal ini menunjukkan bahwa suka atau tidak suka, kita harus mengakui masih lemahnya peserta didik kita dalam hal kemampuan literasi.
Kemampuan literasi sebagai prasyarat untuk menghadapi lanskap sosial yang tengah mengelilingi kita saat ini. Lanskap tersebut antara lain era revolusi industri 4.0, era disrupsi dan akan adanya bonus demografi pada bangsa Indonesia. Melihat situasi yang demikian, maka untuk mempersiapkan peserta didik kita maka perlu ditingkatkan kemampuan literasi yang dimulai dari sekolah.
Setelah kita mengetahui pentingnya literasi dan situasi lanskap sosial yang ada saat ini, maka para pemegang kebijakan di tataran lokal seperti Dinas Pendidikan dan tataran sekolah yakni kepala sekolah harus memiliki political will untuk mensukseskan program literasi ini. Kemudian diluncurkan kebijakan agar mengalokasikan dana BOS untuk membeli buku. Apakah cukup dengan kebijakan tersebut?
Seiring dengan ada dana alokasi dari BOS untuk membeli buku, dilaranglah penjualan buku-buku ke sekolah. Sepertinya haram peserta didik membeli buku atau bahan ajar langsung kepada pihak tertentu untuk jadi bahan literasi siswa. Adanya dana BOS untuk buku, mematikan hasrat siswa untuk membeli buku. Mereka enggan membeli buku dan enggan datang ke toko buku untuk membeli buku yang mereka inginkan. Apalagi katanya ada permendikbud yang melarang penjualan buku di sekolah. AKhirnya literasi hanya omdo alias omong doing. Katanya diminta banyak membaca tapi buku yang masuk ke sekolah dibatasi.
Berbeda dengan saat saya sekolah dulu tahun 90-an. Kita semangat untuk membeli buku karena akan memperkaya khasanah keilmuan kita. Ya memang saat ini ada internet yang dengan mudah kita mencari sumber bacaan, namun sangat mudah juga untuk melupakannya. Disamping mencari dari internet, peserta didik juga tetap butuh buku atau bahan ajar cetak untuk membiasakan diri literasi.
Anak sekarang menjadi enggan membeli buku atau bahan ajar cetak karena adanya kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada penulis dan penerbit. Ini kita pahami karena buku yang ditawarkan ke sekolah saja ditolak, sehingga anak-anak tidak punya bahan bacaan dan membaca buku menjadi hal yang tidak menarik lagi. Jika ini terus dibiarkan maka para penulis buku terutama buku teks pelajaran akan semakin berkurang karena buku yang ditulisnya tidak laku dan penerbit tidak lagi mau mencetak bukunya. Sampai nanti pada masanya disaat terjadi bonus demografi dengan kelebihan jumlah penduduk produktif, bangsa kita akan jadi beban bangsa sendiri karena anak-anak sekarang mengalami kelemahan literasi akibat berkurangnya bahan bacaan yang masuk ke sekolah.
Wallhu ‘alam.

Jonggol, 04 Januari 2019

1 Response to "LITERASI HANYA OMDO?"

  1. Memang omdo, ketika pertama kali digulirkan program tersebut hanya beberapa provinsi, kota dan kabupaten yang menyambutnya secara positif lewat program nyata. Bogor mana???

    ReplyDelete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel