-->

Pengen Buku Vibe Online

Mari Belajar Aneka Soal Pretest PPG silahkan klik Pre Test PPG PAI

Kekerasan di Sekolah, Siapa yang salah?



Judul di atas sangat menggelikan jika ditelaah lebih jauh.Ada suatu kontradiksi antara sekolah dan kekerasan. Sekolah merupakan tempat yang agung dimana kepribadian dan karakter positif seorang anak dibentuk. Sementara kekerasan merupakan suatu hal yang jauh dari nilai karakter positif. Namun dari fakta di lapangan, ternyata kekerasan masih ada di lingkungan sekolah. Baik itu siswa dengan siswa, guru kepada siswa atau siswa kepada guru.

Hasil survei yang dilakukan Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada (UGM) menunjukkan semakin tinggi kasus kekerasan di sekolah. Selain itu, perasaan tidak puas para siswa terhadap situasi kehidupan di sekolah juga tinggi.

"Dari survei diketahui, relatif tingginya perasaan tidak puas siswa terhadap situasi kehidupan mereka di sekolah. Di luar itu, ditemukan masalah kesehatan mental dan psikososial dalam tingkat sedang dari sepertiga dari responden," ungkap Ketua Divisi Pendidikan CPMH, Prof. Dr. Amitya Kumara dalam sebuah seminar di UGM.

Kumara mengatakan survei tersebut dilakukan terhadap siswa SMU dan SMK di empat kota besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sedang permasalahan siswa SMP dan SMA lebih menonjol pada permasalahan motivasi dan permasalahan yang berkaitan dengan konsep diri dan hubungan sosial. Siswa kerap dituntut untuk mengembangkan kemampuan kognitifnya saja, tapi kurang dibimbing dalam mengembangkan kemampuan yang lain.

Kemampuan kognitif adalah kecerdasan intelektual berupa hitungan, hapalan, definisi, dan lain-lain. Sedangkan kemampuan lainnya seperti kecerdasan emosi, sosial, spiritual kurang diperhatikan di sekolah. Padahal seharusnya kemampuan siswa dalam hal pengendalian emosi, kepekaan sosial dan menjadi manusia yang beragama itu hal yang paling penting.



Untuk mengurangi tingkat kekerasan dan permasalahan sosial di sekolah lanjut Kumara, pihaknya menyarankan perlu dilakukan empat aspek dalam pembentukan sekolah sejahtera (school well being), yakni pengembangan kondisi sekolah, pengembangan hubungan sosial di sekolah, pengembangan aktualisasi diri dan pengembangan status kesehatan meliputi kesehata mental, kesehatan spiritual dan kesehatan fisik.

Sementara itu Amrullah Sofyan dari Plan Indonesia menambahkan hasil survei terhadap 300 anak SD, SLTP dan SLTA di dua kecamatan di Bogor. Sebanyak 15,3 persen siswa SD, 18 persen Siswa SLTP dan 16 persen siswa SLTA mengaku sering mendapat perlakuan tindak kekerasan di sekolah. Pelaku kekerasan di sekolah dilakukan oleh Guru 14,7 persen dan sesama teman di sekolah 35,3 persen.

Kekerasan di sekolah selama ini menduduki peringkat kedua setelah kekerasan di rumah yakni sekitar 25% dari semua kasus2 kekerasan yg dilaporkan ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Menurut Ketua KPAI, Hadi Suseno, Kekerasan terhadap anak di sekolah terjadi karena beberapa sebab. Selain minimnya pengetahuan guru tentang hak-hak anak, juga karena guru yg kurang profesional, miskin metode kreatif sehingga selalu mengambil metode hukuman kekerasan untuk mendisiplinkan siswa.

Padahal banyak metode untuk mendisiplinkan anak. Pihaknya selama ini sering menerima keluhan guru yang merasa terhambat tugasnya gara-gara UU Perlindungan Anak. Ini fenomena aneh karena menginginkan guru dikecualikan dalam UU PA. Pendidikan tak hanya mensosialisasikan UU Sisdiknas, tetapi juga UU Perlindungan
Anak, agar para guru dan birokrasi pendidikan tahu akan hak-hak anak.

Padahal, pasal 54 UU PA menyebutkan sekolah wajib melindungi anak dari segala bentuk kekerasan yg dilakukan oleh guru, siswa, maupun penyelenggara pendidikan. Bagi yg melanggar, bisa dikenai pasal 80 UU PA dengan ancaman hukuman 3,6 tahun penjara dan atau denda uang Rp 7,2 juta untuk kekerasan ringan dan 5 tahun penjara dan atau denda 100 juta untuk kekerasan berat.

Semoga semua pihak dapat memahami peran dan tugas masing-masing. Sebagai guru harus memberikan bimbingan,pendidikan dan pengajaran kepada siswa dengan mengedepankan kasih sayang dan lemah lembut. Bagi siswa harus menjaga sikap dan perilaku untuk selalu hormat dan patuh pada guru.

Semoga di kemudian hari tidak ada lagi kekerasan yang terjadi di sekolah. Sehingga tercipta hubungan yang harmonis antara guru dan siswa. Amin.

Mari kita renungkan ayat al Qur'an berikut ini:

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.” (QS. Ali Imran: 59)

0 Response to "Kekerasan di Sekolah, Siapa yang salah?"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel