PERAN GURU PENGGERAK DALAM MENCIPTAKAN BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH
Berdasarkan filosopi pendidikan dari Ki Hajar Dewantara,
bahwa untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya adalah
harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang
memiliki motivasi internal. Disiplin diri dapat membuat seseorang menggali
potensinya menuju kepada sebuah tujuan, sesuatu yang dihargai dan bermakna. Disiplin
diri juga mempelajari bagaimana cara kita mengontrol diri, dan bagaimana
menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita
hargai.
Kita ketahui bahwa nilai bagi guru penggerak adalah mandiri,
kolaboratif, inovatif, reflektif dan berpihak kepada murid. Sedangkan peran
guru penggerak adalah menjadi pemimpin pembelajaran, menggerakkan komunitas
praktisi, mendorong kolaborasi guru dan stake holder, menjadi coach bagi guru
lain dan mewujudkan kepemimpinan murid. Nilai dan peran guru penggerak tersebut
menandakan bahwa seorang guru penggerak harus tergerak kemudian bergerak dan
menggerakkan diri dan orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Maka
disiplin positif akan dicapai dengan nilai dan peran dari guru penggerak ini.
Tujuan
dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada murid-murid
kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri
dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki
motivasi tersebut, mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak
jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau
hadiah.
Berdasarkan pemikiran dan filosopi Ki Hajar Dewantara yang
telah saya pelajari, maka visi saya terhadap siswa adalah “Berprestasi
dilandasi iman dan takwa, mandiri, kreatif dan berwawasan lingkungan”. Visi
tersebut menjadi ide dan cita-cita besar dalam rangka mewujudkan sebuah sekolah
yang mengutamakan siswa dan menjadikan siswa sebagai subyek pendidikan.
Maka budaya positif akan mengantar pada keberhasilan visi tersebut.
Kebutuhan
dasar manusia yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), cinta dan kasih
sayang (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun),
dan kekuasaan (power). Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan
yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal
itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka. Bila
guru dapat membangun interaksi yang memberdayakan dan memerdekakan murid, maka
murid akan meletakkan dirinya sendiri sebagai individu yang positif dalam dunia
berkualitas karena mereka menghargai nilai-nilai kebajikan.
Bagaimana
menangani kesalahan murid? melalui restitusi, ketika murid berbuat salah, guru
akan menanggapi dengan cara yang memungkinkan murid untuk membuat evaluasi
internal tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan
mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya. Cara melakukan restitusi melalui 3 tahapan
yang disebut segitiga restitusi. Tahapan tersebut Menstabilkan Identitas, Validasi
Tindakan yang Salah dan Menanyakan Keyakinan.
Sebelum mengikuti pendidikan guru penggerak ini, saya tidak
menerapkan segitiga restitusi. Saat siswa melanggar, saya cenderung untuk
memberikan pengampunan kepada siswa dengan siswa membayarnya melalui sejumlah
tindakan sebagai resiko dan konseksuensi. Misalnya saat dia membuang sampah
sembarang, saya minta agar dia mengambil semua sampah yang ada. Saat siswa
kabur, saya minta dia dengan berdiri di lapangan menghormat bendera. Ternyata
itu semua kesalahan dan untuk mendisiplinkan mereka harusnya dengan segitiga
restitusi.
Pada awalnya saya memandang bahwa kebutuhan setiap siswa itu
sama, saya berusaha merubah siswa agar berpandangan sama dengan saya dan
perilaku buruk siswa sebagai suatu kesalahan. Setelah belajar di pendidikan guru
penggerak pandangan dan sikap saya berubah dalam menciptakan budaya positif di
kelas dan sekolah. Misalnya dalam kasus ada siswa saya yang bolos sekolah
padahal dari rumahnya berangkat. Itu dilakukan sangat sering dan membuat
orangtuanya pusing. Sebagai wali kelas saya ingin agar siswa tersebut kembali
ke sekolah dan tidak berbohong lagi kepada orangtuanya. Kemudian saya meminta
orangtuanya untuk mengantar anaknya ke sekolah dan langsung menemui saya untuk
dicari solusi. Anak tidak dibiarkan berangkat sendiri.
Kami berkumpul dan saya memberikan masukan positif dan
membangun jiwa siswa tersebut. Saya terapkan teknik segitiga restitusi mulai
dari Menstabilkan Identitas, Validasi Tindakan yang Salah dan Menanyakan
Keyakinan. Saya tahan orangtuanya agar tidak
memarahi anaknya. Dengan menanyakan kebutuhan siswa, harapan ke depannya dan
menanyakan apakah dengan tindakan bolos akan terpenuhi harapan masa depanmu?
Apakah ada acara lain selain bolos untuk memenuhi kebutuhanmu? Ternyata semua
bisa diatasi dan siswa tersebut berjanji dan merealisasikan janjinya tidak
membolos lagi. Saya lihat siswa tersebut menjadi paling semangat dalam
belajar di kelas. Alhamdulillah.
0 Response to "PERAN GURU PENGGERAK DALAM MENCIPTAKAN BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH"
Post a Comment