Ada apa dengan CP PAI Fase D?

Hiruk pikuk kurikulum merdeka menggelora di semua satuan pendidikan. Kurikulum yang akan memerdekakan murid dan guru, demikian harapan Mas Menteri. Menurut saya pribadi konsep kurikulum merdeka ini sudah sangat bagus, terlebih kita kembali kepada kekayaan intelektual lokal dari Bapak Pendidikan kita yaitu bapak Ki Hajar Dewantara. Beliau jauh sebelum Indonesia merdeka sudah mengeluarkan konsep kurikulum merdeka ini. Namun sayang justru sekian lama kita merdeka, konsep tersebut banyak dilupakan bahkan hampir hilang tergerus kemajuan zaman.

Ki Hajar Dewantara sudah menjelaskan bahwa pendidikan harus berpusat pada murid, pendidikan yang "menghamba" pada murid. Segalanya oleh murid, dari murid dan untuk murid. Selalu mendengarkan suara murid. Jadi awal pendidikan ini semua bermula dari murid yang jadi patokannya. Bahkan yang masih jadi perdebatan di kalangan guru saat ini misalnya tidak ada lagi hukuman bagi murid, tidak ada lagi rangking, sudah diterapkan oleh Ki hajar Dewantara sejak dahulu.

Dalam kurikulum merdeka, yang menjadi panduan kita sebagai guru dalam mengajar adalah Capain Pembelajaran atau disingkat CP. Nah ini menarik jika kita amati CP Pendidikan Agama Islam. Pernah dibahas pada artikel sebelumnya silahkan dicek tentang pemetaan materi PAI sesuai CP di kurikulum merdeka.

Pada intinya tidak ada pengulangan materi dalam kurikulum merdeka ini. Apa yang sudah menjadi CP di SD tidak ada lagi di SMP , apa yang sudah jadi CP di SMP tidak akan ada lagi di SMA/SMK. Coba perhatikan misalnya pada elemen Al-Qur'an, Belajar membaca al-Qur'an sampai bisa menjadi CP di materi PAI SD. Tugas berat para guru PAI di SD untuk menjadikan muridnya lancar membaca al-Qur'an. Bahkan lebih berat lagi di elemen fiqih, murid SD harus sudah menguasai wudu dan salat mulai dari bacaannya, gerakannya hingga ilmu fiqih lainnya tentang salat dan wudu seperti batal wudu, batal salat, rukun wudu, rukun salat dan lain-lain.

(bersambung)